Naik
taksi, atau jalan kaki yah? Bukan karena lagi ngak punya duit tapi takut nanti
dapet sopir taksi yang mantan rider
ataupun sodaranya Ananda Mikola.
Yasudah, kuputuskan untuk naek bus yang nanti aku terusin dengan jalan kaki
sekitar empat blok menuju rumahku. Bus disini merupakan trnasportasi favorit
yang digunakan, bukan karena harganya yang bersahabat, tapi juga kondisi yang
nyaman dan juga bersih. Dan malam ini aku benar-benar yakin kalau itu
memang benar. Karena aku baru pertama
kali naik bus disini. Dan benar-benar membuat orang yang memaki fasilitas
publik ini betah untuk berlama-lama didalam mobil yang juga sejuk ini.
Dan
pada jam seperti ini pun masih banyak yang menggunakan bus ini untuk pulang
kerumahnya masing-masing. Karena aman, jadi perempuan pun banyak yang
pulang jam tengah malam seperti ini.
Lampu-lampu kota juga bejajar dan memainkan perannya masing-masing dengan
indahnya. Pemandangan malam yang jarang kudapatkan. Dan sekarang sudah saatnya aku
turun. Dan kemudian melanjutkan perjalanan pulangku.
Berbeda
dengan suasana didalm bus tadi, dijalan menuju rumahku terasa sangan lengang,
dan juga sunyi. Udara yang dingin juga membuat makin dinginnya saat-saat aku
menelusuri jalan ini. Memang ini merupakan daerah yang diperuntukan untuk hunian
sehingga hampir tak ada aktifitas saat jam malam seperti ini.
Dua
blok tak terasa sudah kulewati. Dan lelah tak berarti kalau semua ini dilakukan
dengan senang hati. Dan juga, tapi, kulihat ada sekelompok orang diujung lorong
diantara dua buah gedung hunian. Apa itu hantu yang ada didaerah sini? Ah tidak
mungkin, mala mini aku tidak minum sama sekali jadi tak mungkin aku sedang
mabuk. Tapi semakin jelas kalau itu seperti kerumunan perkelahian kecil. Yah,
jelas sudah itu memang perkelahian, entah memperebutkan apa ataupun sedang
menodong orang yang lewat. Tapi itu semua bukan urusanku. Lebih baik aku
langsung pulang kerumah, dan…
“Tolong,
toloong, toloooong, tolong….”, ada teriakan perempuan, sontak lansung saja aku
membalikkan badanku ketempat tadi, dan langsung melihat tiga orang pemuda
jalanan dan seorang perempuan malam yang memang malam hari ini dia terjebak
dalam kondisi sperti ini karena pakaian yang ia kenakan.
“Woy,
ngak ada kerjaan laen apa?” teriakku tanpa menghiraukan ukuran badan mereka
yang lumayan besar, tapi bukan kecil,
dan juga tak terlalu besar, ah, entahlah. Fikiranku kacau jika saat dalam
keadaan seperti ini. Ataukah aku pilih lari saja?
“Tolongin
gue mau diperkosa, tolooong…”, dengan tersedu-sedu perempuan ini memohon
pertolongan kepadaku. Aku pun tak tahan melihat semua ini. Kemudian aku lari
membelakangi kejadian yang ada didepanku.
“Tolongin
gue, tolong, tolong…”
Aku
langsung kembali lagi ketempat tadi dengan membawa tongkat besi yang sengaja
aku cari tadi, dan langsung menghampiri mereka, dan langsung kupukul pemuda
jalanan berbadan paling besar itu tepat dibelakang kepalanya,”Braak”.
Satu
jatuh, dan juga berdarah. Tinggal dua lagi.
“Woy,
brengsek. Mau sok jagoan loh? Sialan…” kesal salah satu pemuda jalanan itu. Dan
belum selesai pemuda itu bicara
Braaaaak..!
Buukkk…!
Langsung
kupukulkan yang kupegang ini keperutnya dan langsung saja kaki kananku meluncur
keatas tepat dimukanya. Dan ternyata kemampuan karate-ku tidak hilang
sepenuhnya. Aku pun sedikit terkejut dan sedikit bangga. Dan langsung aku
tersadar dari lamunanku saat pemuda yang itu langsung lari begitu saja.
“Tinggal lo, sekarang cuma kita berdua, mau diterusin? Atau kalau lo masih
sayang sama muka lo ndiri, silahkan angkut nih temen lo yang sudah gempor
duluan?”
“Iya
bang, minta maaf sudah buat salah. Maaf bang.”
“Cepetan
pergi, tunggu apa lagi?”
“Iya
bang, mau bawa tuh bagong bang, maaf bang.”
“Jangan
pernah kesini atau ganguin cewek ini lagi, ngerti kan lo!”, wuah, keren banget
aksi ku malam ini. Seperti Megamind dalam
filmnya yang mencoba menjadi superhero pujaan. Asiik, bisa jadi pengalaman
hidup yang menarik untuk dikenang nih. Hehehe, dan langsung kuputar 90 derajat
kearah kanan badanku. Perempuan ini menggunakan pakaian yang seperti ini di
malam hari, yah sudah wajar kalau mereka mengganggunya. “Hei, lo ngak apa-apa?”
Dan
tanpa basa-basi lagi perempuan ini langsung lari kearahku dan langsung
memelukku ketakutan, tapi sebenarnya akulah yang lebih ketakutan. Oh, Tuhan,
maafkanlah dosaku, tapi jika ini memang khusus untukku aku terima dengan senang
hati, hehe…
“Makasih
yah. Kalau ngak ada lo mungkin aku udah ‘habis’ ngak berharga gara-gara mereka.
Makasih banget ya”, suaranya yang seperti anak sekolahan membuatku merasa aneh.
“Iyah,
sama-sama”
Sesaat
melepaskan pelukkannya perempuan ini langsung menyodorkan tangan kanannya, dan
bilang, “Lo ada makanan ngak?” Hah, makanan? Perempuan ini, aku sangka ingin
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.
“Sekarang
aku ngak punya dan juga ngak bawa makanan. Tapi dirumahku ada sedikit makanan.
Dan rumahku tak jauh dari sini.”
“Oia,
namaku Tia, Tia Arifin.”
“Aku
Jonny Double L. Idih, kucel banget sih lo?” perasaan anehku ini semakin
menjadi-jadi.
“Oh,
iya yah? Hei Jonny, aku pasti boleh menginap dirumah lo kan? Sekalian aku mau
minta makanan yang lo punya, kalo ada baju cewek juga sih ngak masalah.”
Wuah,
gawat ni perempuan. Makin jadi aja tingkahnya. Dalam hatiku berfikir, NGAK AKAN
MAU. Tapi saat aku memperhatikan keadaannya yang sudah kotor dan juga kejadian
barusan membuat aku kasian terhadapnya. “Aku tinggal sendiri, jadi ngak mungkin
ada baju cewek. Ditambah lagi rumahku kecil, jadi kalau mau ikut, ya silahkan.”
Aduh,
apa yang sedang aku fikirkan sekarang ini? Tadi sok pahlawan, sekarang buat
penampungan dirumahku. Aaah, apa yang harus aku lakukan Tuhan. Ditambah lagi
perempuan ini sepertinya bukan seleraku, kotor, blak-blakan, terlalu
blak-blakkan kurasa. Dan juga mungkin tak ada rasa sungkan sedikitpun. Bantu
aku Tuhan agar tak terjadi apa-apa saat aku dan dia bersama dalam rumahku malam
ini.
Greeek,
suara pintu rumahku yang terkesan enggan untuk dibuka.
“Yah,
inilah rumah tempat aku hidup. Disana kamar mandinya, disana dapur dan ruang
makan, dan disana ruang tamu. Itu tempat lo tidur, ntar aku siapin selimut dan
juga bantal. Dan terlebih lagi jangan banyak tanya dan protes, karena aku
pengen istirahat. Kalau ada perlu apa-apa cari sendiri.” Dengan nada suara yang
terkesan arogan aku menunjukkan letak ruangan dirumahku dengan telunjuk
kananku.
Dan
aku harap, aku bisa melewati malam ini sama seperti biasanya. Sendirian dan tak
ada penggangu yang kucel seperti perempuan ini, Lia. Tidak, bukan. Tia Arifin.
Yah, itu namanya yang aku rasa tak cocok dengannya. Dan yang aku herankan
mengapa aku mencaci maki orang lain seperti bukan diriku biasanya. Dan langsung
kutinggalkan dia, dan menuju kamarku untuk segera menyudahi malam minggu kelabu
ini.
0 komentar:
Posting Komentar