Jumat, 18 Januari 2013

Cerita Bersambung - Jonny Double L (5)


Naik taksi, atau jalan kaki yah? Bukan karena lagi ngak punya duit tapi takut nanti dapet sopir taksi yang mantan rider ataupun sodaranya Ananda Mikola. Yasudah, kuputuskan untuk naek bus yang nanti aku terusin dengan jalan kaki sekitar empat blok menuju rumahku. Bus disini merupakan trnasportasi favorit yang digunakan, bukan karena harganya yang bersahabat, tapi juga kondisi yang nyaman dan juga bersih. Dan malam ini aku benar-benar yakin kalau itu memang  benar. Karena aku baru pertama kali naik bus disini. Dan benar-benar membuat orang yang memaki fasilitas publik ini betah untuk berlama-lama didalam mobil yang juga sejuk ini.
Dan pada jam seperti ini pun masih banyak yang menggunakan bus ini untuk pulang kerumahnya masing-masing. Karena aman, jadi perempuan pun banyak yang pulang  jam tengah malam seperti ini. Lampu-lampu kota juga bejajar dan memainkan perannya masing-masing dengan indahnya. Pemandangan malam yang  jarang  kudapatkan. Dan sekarang sudah saatnya aku turun. Dan kemudian melanjutkan perjalanan pulangku.
Berbeda dengan suasana didalm bus tadi, dijalan menuju rumahku terasa sangan lengang, dan juga sunyi. Udara yang dingin juga membuat makin dinginnya saat-saat aku menelusuri jalan ini. Memang ini merupakan daerah yang diperuntukan untuk hunian sehingga hampir tak ada aktifitas saat jam malam seperti ini.
Dua blok tak terasa sudah kulewati. Dan lelah tak berarti kalau semua ini dilakukan dengan senang hati. Dan juga, tapi, kulihat ada sekelompok orang diujung lorong diantara dua buah gedung hunian. Apa itu hantu yang ada didaerah sini? Ah tidak mungkin, mala mini aku tidak minum sama sekali jadi tak mungkin aku sedang mabuk. Tapi semakin jelas kalau itu seperti kerumunan perkelahian kecil. Yah, jelas sudah itu memang perkelahian, entah memperebutkan apa ataupun sedang menodong orang yang lewat. Tapi itu semua bukan urusanku. Lebih baik aku langsung pulang kerumah, dan…
“Tolong, toloong, toloooong, tolong….”, ada teriakan perempuan, sontak lansung saja aku membalikkan badanku ketempat tadi, dan langsung melihat tiga orang pemuda jalanan dan seorang perempuan malam yang memang malam hari ini dia terjebak dalam kondisi sperti ini karena pakaian yang ia kenakan.
“Woy, ngak ada kerjaan laen apa?” teriakku tanpa menghiraukan ukuran badan mereka yang  lumayan besar, tapi bukan kecil, dan juga tak terlalu besar, ah, entahlah. Fikiranku kacau jika saat dalam keadaan seperti ini. Ataukah aku pilih lari saja?
“Tolongin gue mau diperkosa, tolooong…”, dengan tersedu-sedu perempuan ini memohon pertolongan kepadaku. Aku pun tak tahan melihat semua ini. Kemudian aku lari membelakangi kejadian yang ada didepanku.
“Tolongin gue, tolong, tolong…”
Aku langsung kembali lagi ketempat tadi dengan membawa tongkat besi yang sengaja aku cari tadi, dan langsung menghampiri mereka, dan langsung kupukul pemuda jalanan berbadan paling besar itu tepat dibelakang kepalanya,”Braak”.
Satu jatuh, dan juga berdarah. Tinggal dua lagi.
“Woy, brengsek. Mau sok jagoan loh? Sialan…” kesal salah satu pemuda jalanan itu. Dan belum selesai pemuda itu bicara
Braaaaak..! Buukkk…!
Langsung kupukulkan yang kupegang ini keperutnya dan langsung saja kaki kananku meluncur keatas tepat dimukanya. Dan ternyata kemampuan karate-ku tidak hilang sepenuhnya. Aku pun sedikit terkejut dan sedikit bangga. Dan langsung aku tersadar dari lamunanku saat pemuda yang itu langsung lari begitu saja. “Tinggal lo, sekarang cuma kita berdua, mau diterusin? Atau kalau lo masih sayang sama muka lo ndiri, silahkan angkut nih temen lo yang sudah gempor duluan?”
“Iya bang, minta maaf sudah buat salah. Maaf bang.”
“Cepetan pergi, tunggu apa lagi?”
“Iya bang, mau bawa tuh bagong bang, maaf bang.”
“Jangan pernah kesini atau ganguin cewek ini lagi, ngerti kan lo!”, wuah, keren banget aksi ku malam ini. Seperti Megamind dalam filmnya yang mencoba menjadi superhero pujaan. Asiik, bisa jadi pengalaman hidup yang menarik untuk dikenang nih. Hehehe, dan langsung kuputar 90 derajat kearah kanan badanku. Perempuan ini menggunakan pakaian yang seperti ini di malam hari, yah sudah wajar kalau mereka mengganggunya. “Hei, lo ngak apa-apa?”
Dan tanpa basa-basi lagi perempuan ini langsung lari kearahku dan langsung memelukku ketakutan, tapi sebenarnya akulah yang lebih ketakutan. Oh, Tuhan, maafkanlah dosaku, tapi jika ini memang khusus untukku aku terima dengan senang hati, hehe…
“Makasih yah. Kalau ngak ada lo mungkin aku udah ‘habis’ ngak berharga gara-gara mereka. Makasih banget ya”, suaranya yang seperti anak sekolahan membuatku merasa aneh.
“Iyah, sama-sama”
Sesaat melepaskan pelukkannya perempuan ini langsung menyodorkan tangan kanannya, dan bilang, “Lo ada makanan ngak?” Hah, makanan? Perempuan ini, aku sangka ingin memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.
“Sekarang aku ngak punya dan juga ngak bawa makanan. Tapi dirumahku ada sedikit makanan. Dan rumahku tak  jauh dari sini.”
“Oia, namaku Tia, Tia Arifin.”
“Aku Jonny Double L. Idih, kucel banget sih lo?” perasaan anehku ini semakin menjadi-jadi.
“Oh, iya yah? Hei Jonny, aku pasti boleh menginap dirumah lo kan? Sekalian aku mau minta makanan yang lo punya, kalo ada baju cewek juga sih ngak masalah.”
Wuah, gawat ni perempuan. Makin jadi aja tingkahnya. Dalam hatiku berfikir, NGAK AKAN MAU. Tapi saat aku memperhatikan keadaannya yang sudah kotor dan juga kejadian barusan membuat aku kasian terhadapnya. “Aku tinggal sendiri, jadi ngak mungkin ada baju cewek. Ditambah lagi rumahku kecil, jadi kalau mau ikut, ya silahkan.”
Aduh, apa yang sedang aku fikirkan sekarang ini? Tadi sok pahlawan, sekarang buat penampungan dirumahku. Aaah, apa yang harus aku lakukan Tuhan. Ditambah lagi perempuan ini sepertinya bukan seleraku, kotor, blak-blakan, terlalu blak-blakkan kurasa. Dan juga mungkin tak ada rasa sungkan sedikitpun. Bantu aku Tuhan agar tak terjadi apa-apa saat aku dan dia bersama dalam rumahku malam ini.
Greeek, suara pintu rumahku yang terkesan enggan untuk dibuka.
“Yah, inilah rumah tempat aku hidup. Disana kamar mandinya, disana dapur dan ruang makan, dan disana ruang tamu. Itu tempat lo tidur, ntar aku siapin selimut dan juga bantal. Dan terlebih lagi jangan banyak tanya dan protes, karena aku pengen istirahat. Kalau ada perlu apa-apa cari sendiri.” Dengan nada suara yang terkesan arogan aku menunjukkan letak ruangan dirumahku dengan telunjuk kananku.
Dan aku harap, aku bisa melewati malam ini sama seperti biasanya. Sendirian dan tak ada penggangu yang kucel seperti perempuan ini, Lia. Tidak, bukan. Tia Arifin. Yah, itu namanya yang aku rasa tak cocok dengannya. Dan yang aku herankan mengapa aku mencaci maki orang lain seperti bukan diriku biasanya. Dan langsung kutinggalkan dia, dan menuju kamarku untuk segera menyudahi malam minggu kelabu ini.

0 komentar:

Posting Komentar